Artikel Oleh : Christoffel H Sihotang, S.H
( Mahasiswa Magister Ilmu Hukum Universitas Sumatera Utara )
PLATMERAH||MEDAN|| KUHP dianggap tidak dapat menampung berbagai permasalahan dan perkembangan bentuk-bentuk tindak pidana baru, yang tentu saja sejalan dengan perkembangan dan dinamika masyarakat. Hal ini menimbulkan kekhawatiran, terutama berkaitan dengan sifat dogmatis dan substansial dalam KUHP yang sangat kental dengan aliran klasik dan barat, walaupun memang tidak selalu yang berbau barat adalah buruk. Dengan demikian, dalam mempelajari hal yang bersifat dogma atau substansial dalam KUHP hendaklah diiringi dengan kebijaksanaan dan kewaspadaan.
Artinya, jika hal-hal yang berbau dogma didalam KUHP digunakan secara kaku (tanpa kebijaksanaan), maka output yang dihasilkan tentu saja menghambat tujuan penegakan hukum pidana, bahkan tidak tertutup kemungkinan menghambat ide-ide pembaharuan hukum pidana Indonesia yang selalu digaungkan. Sehingga sudah sepantasnya kita menggalang pembaharuan hukum pidana Indonesia yang berasal dari nila-nilai dasar dan nilai-nilai sosio-filosofik, sosio-politik dan sosio-kultural yang hidup dalam masyarakat Indonesia.
Upaya melakukan pembaharuan hukum pidana, pada hakikatnya termasuk bidang kebijakan hukum pidana yang merupakan bagian dan terkait erat dengan kebijakan penegakan hukum, kebijakan kriminal dan kebijakan sosial. Maka dari itu pembaharuan hukum pidana pada prinsipnya merupakan bagian dari kebijakan (upaya rasional) untuk memperbaharui substansi hukum dalam rangka lebih mengefektifkan penegakan hukum, menanggulangi kejahatan dalam rangka perlindungan masyarakat, serta mengatasi masalah sosial dan masalah kemanusiaan dalam rangka mencapai tujuan nasional yaitu perlindungan sosial dan kesejahteraan sosial.
Oleh karena itu, sudah seharusnya pembaharuan hukum pidana bersumber pada ide-ide dasar Pancasila, yang merupakan landasan nilai-nilai kehidupan kebangsaan yang dicita-citakan dan digali untuk bangsa Indonesia. Ide-ide dasar Pancasila mengandung keseimbangan nilai/ide didalamnya, yaitu diantaranya Religiustik, Humanistik, Nasionalisme, Demokrasi, Keadilan Sosial. Keseimbangan lima ide itu apabila terasa sulit digali dan diimplementasikan, maka dapat dipadatkan menjadi tiga keseimbangan saja, diantaranya Religiustik, Sosio demokrasi (penyatuan antara ide demokrasi dan keadilan sosial) dan Sosio nasionalisme (penyatuan antara ide humanistik dan nasionalisme) Dan apabila ketiga ide yang dipadatkan itu masih dirasa sulit untuk digali dan dijalankan maka cukup dengan satu ide saja, yakni kerjasama, yang mencakup keseluruhan ide yang dirumuskan sebelumnya.
Suara.com - Ketua DPRD DKI Jakarta Prasetyo Edi Marsudi menilai gelaran Formula E merupakan peristiwa politik. Pernyataan tersebut langsung...
Setelah UU No.7 Tahun 2004 dibatalkan oleh Mahkamah Konstitusi pada 2015, DPR kemudian menerbitkan UU No.17 Tahun 2019. Namun demikian, aturan...
Jakarta Perdagangan internasional adalah kegiatan jual-beli barang dan jasa antar negara. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan menjelaskan dalam...
Jakarta, Beritasatu.com - Bila selama ini masyarakat mengenal Gatot Kaca dari pagelaran wayang kulit atau sendratari wayang orang, kini ada cara...
Rencana pemindahan ibu kota negara (IKN) dari Jakarta ke Kalimantan Timur ikut menjadi perhatian sejumlah tokoh yang ramai dibicarakan akan bersaing...