Setelah UU No.7 Tahun 2004 dibatalkan oleh Mahkamah Konstitusi pada 2015, DPR kemudian menerbitkan UU No.17 Tahun 2019. Namun demikian, aturan turunan atas undang-undang tersebut sampai tenggat waktu yang ditetapkan pada Oktober 2021, tak juga terwujud. Justru UU ini masuk dalam revisi perubahan di Omnibus Law UU Cipta Kerja.
Guru Besar Universitas Muhammadiyah Jakarta, Prof. Dr. Syaiful Bakhri SH, MH mengungkapkan,” Undang-Undang ini menegaskan bahwa Sumber Daya Air dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat. Untuk itu, negara menjamin hak rakyat atas air untuk memenuhi kebutuhan pokok minimal sehari-hari bagi kehidupan yang sehat dan bersih dengan jumlah yang cukup, kualitas yang baik, aman, terjaga keberlangsungannya,dan terjangkau,” ujarnya dalam diskusi daring Ngobrol @Tempo bertajuk, Refleksi 2 Tahun UU Sumber Daya Air: Kedaulatan Air Mau Dibawa Kemana? akhir Januari lalu.
Namun Syaiful mempertanyakan revisi UU No.17 Tahun 2019 dalam UU Cipta Kerja yaitu dihapusnya kewenangan pemerintah daerah (pemda) untuk mengelola sumber daya air. UU Cipta Kerja bertentangan dengan semangat prinsip otonomi daerah dan desentralisasi. Kewenangan pemerintah pusat dapat bersifat absolut. “Intinya, pemerintah membuka ruang seluas-luasnya kepada korporasi untuk melakukan privatisasi usaha air, dan konflik politik tercermin dalam proses pembahasan di DPR RI,” katanya.
Hal senada juga diungkapkan oleh Peneliti FMCG Insights, Achmad Haris Januariansyah. “ Pengelolaan air oleh swasta tidak sepenuhnya menguntungkan masyarakat. Ada banyak kasus, dimana masyarakat di daerah kehilangan hak atas air, sehingga harus membeli air untuk kebutuhan MCK, karena tidak tersambung dengan jaringan perpipaan PDAM,”ujarnya.
Haris melanjutkan, Polemik UU SDA ini terus bergulir dan membingungkan. Misalnya dalam UU Cipta Kerja tidak mengatur jelas bagaimana perizinan berusaha untuk menggunakan sumber daya air karena akan diatur lebih lanjut dalam Peraturan Pemerintah.” Namun demikian, Peraturan Pemerintah mengenai Pengelolaan Sumber Daya Air, Irigasi, Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM) tidak secara rigid mengatur kewajiban hukum terhadap pelaku usaha.
Haris menuturkan, “Seharusnya konsekuensi pertanggungan jawaban hukum diatur dalam Undang-Undang. Peraturan Menteri secara teknis tidak mengatur perihal sanksi secara administratif, perdata maupun pidana akibat kelalaian pelaku usaha, Jadi diperlukan kewajiban hukum diatur di level UU, apabila dipaksakan di level Peraturan Menteri maka bertentangan dengan asas “no punish without representative,” katanya.(*)
sumber : https://nasional.tempo.co/read/1558698/polemik-uu-sumber-daya-air-sarat-kepentingan-politik/full&view=ok
Wilson Lalengke Hadiri Konferensi Internasional Terkait Sahara Maroko di Markas Besar PBB Platmerah.net,New York City — Tokoh pers dan aktivis HAM...
Timnas Diminta Lebih Waspada Hadapi Arab Saudi, Ia Lebih Kuat Dibandingkan Tahun Lalu Platmerah.net,Jakarta - Timnas Indonesia diminta mewaspadai...
Igun Sumarno SPd.MM:Dalam Resesnya di Kelurahan Sukamaju,Cilodong Depok Selasa(07/10/2025). Platmerah.net,Depok-Pentingnya peran aktif warga dalam...
Foto: Wilson Lalengke saat disambut seorang pejabat PBB di lobby hotel_ Platmerah.ne,New York City — Setelah perjalanan melelahkan selama...
Warga RT001 RW03 kampung Poncol kelurahan Sawangan Lama Sambut Antusias Reses Haji Iman Yuniawan Platmerah.net,Depok- Reses haji Iman Yuniawan...